Itulah kata yang sering Mubarak dengar saat masih kanak-kanak. Suatu hal yang tidak berperikemanusiaan karena bagi Mubarak Kecil yang dia tahu pada saat itu adalah indahnya dunia bermain. Jangankan diminta memahami kata-kata Bandel serta Tidak Tahu Diri, mengartikannya pun pada saat itu adalah sesuatu yang sangat sulit. Berdasarkan pengalaman singkat masa kecil, tentunya siapapun sukar untuk memahami hakikat dari perbuatan yang telah dia lakukan pada masa itu. Namun, justifikasi dari lingkungan ternyata meminta lebih terhadap apa yang telah Mubarak lakukan.
Mau tahu perjalanan hidup yang telah Mubarak lalui hingga mendapat "julukan" Bandel tidak tahu diri?
Bayi laki-laki itu bernama Mubarak Ahmad. Lahir dalam penantian selama 13 tahun pasangan suami-istri Ahmad Ridwan Imlan dan Sayidatunnisa. RS Harapan Kita - Jakarta, saksi bisu yang membantu kemudahan lahirnya bayi laki-laki tersebut.
Dus, sejak usia balita Mubarak selalu melakukan hal-hal yang dianggap "aneh" bagi anak seusia itu. Mulai dari kebiasaan makan dengan sendok teh hingga lompat dari ketinggian hingga sering keseleo. Dengan berbekal pengajaran kedua orang tua tercinta pada usia 4 tahun dia sudah mulai bisa membaca. Kebiasaan membacanya akhirnya pun menjadi aneh. Saat dibelikan cerita-cerita bergambar oleh kedua orang tuanya, dia tidak pernah mau membaca sampai tamat namun secara sembunyi-sembunyi sering masuk ke kamar kerja ayahanda untuk membaca buku-buku pemikiran (Ayahanda adalah mahasiswa IAIN Sunan Kalijaga/UIN Sunan Kalijaga jurusan Sastra Arab, sekaligus Aktifis HMI) dan kebiasaan itu terus dilanjutkan hingga Mubarak masuk SLTP.
Dari kebiasaan "aneh" itu, Mubarak sejak kecil sudah mengenal karya-karya sastra lokal dari Sutan Takdir Alisjahbana, Chairil Amwar, Korie Layun Rampan, JS Badudu, dsb. Disamping sastra, dia juga mulai bersentuhan dengan dunia pemikiran hasil kontemplasi Sir Jafrullah Muhammad Khan, Socrates, R. Bintarto, Syarif A. Lubis, M.A. Cheema, dsb. Disamping buku-buku sastra dan pemikiran, dikenal juga novel-novel roman karya Marga T yang "dicuri" dari tas sekolah kakak angkatnya, Fithriatunnisa.
Kebiasaan membaca dengan sembunyi-sembunyi itu membentuk Mubarak kecil menjadi seorang yang introvert karena asyik dengan dunia khayalnya hingga enggan bergaul dengan rekan-rekan kecilnya. Keadaan berubah ketika Ayahanda tercinta (semoga Allah Swt menerima ayah di sisi-Nya) meninggal dunia karena penyakit kanker paru-paru. Sepeninggal ayah, Ibu akhirnya memutuskan bahwa segenap keluarga yang ditinggalkan untuk hijrah dari jakarta ke Bogor...hmm...i'm comming Rain City.
Mau tahu cerita selanjutnya...Apa yang berubah pada diri Mubarak? tunggu episode kisah Mubarak saat di Bogor ya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar